KEINDAHAN BAGI JIWA BAIK YANG CINTANYA DINISTAI
Posted: Minggu, 08 Januari 2012 by elsayulianto in Label: Motivasi
0
Bagimu, jiwa baik yang cintanya dinistai,
langit ini runtuh, bumi ini gelap, laut mendidih, udara serasa pekat berjelaga, dan air serasa pasir, …
tapi sesungguhnya engkau terluka bukanlah oleh rasa kehilangan orang yang kau cintai; tapi karena rasa terhina, terbuang, tersia-siakan, dan dirampoknya rasa berhak untuk hidup dengan baik.
Pengkhianatan cinta tidak mencabik orang itu darimu, tapi merusak rasa hormat dirimu.
Engkau dibuatnya merasa tak berguna, tak bernilai, tak pantas dihargai, dan tak dipertimbangkan dalam mengalihkan perhatiannya kepada orang lain yang belum tentu sebaik dirimu.
Engkau dibuat bertanya-tanya dalam kesendirianmu mengenai apa yang memantaskanmu bagi perlakuan senista ini.
Memang ...,
Pengkhianatan cinta adalah penghinaan terkejam kepada rasa hormatmu kepada dirimu sendiri.
Itu yang menjadikanmu geram dan ingin melihatnya meregang terpanggang api neraka, dan terlantar antara pingsan dan mati di belantara penuh duri dan racun .
Ooh … betapa dendam itu mentenagai malam-malam panjang yang berselang-seling antara tangis dan rencana pembalasan dendam.
Tapi …, karena kebaikan jiwamu - engkau tahu, engkau tak mungkin berlaku kejam bahkan kepada orang yang mengejamimu, … alih-alih engkau melunglai lemah dalam keinginan untuk lari dan menghilang dari kesadaranmu, agar engkau lupa betapa rendahnya engkau diperlakukan.
……..
Adikku, yang hatinya baik, yang berhak bagi setulus-tulusnya cinta dari belahan jiwamu yang sejati, dengarlah ini ya?
Saat di mana engkau merasa kehilangan dirimu adalah saat yang paling tepat untuk membangun dirimu yang baru, yang lebih damai karena kekuatannya, dan yang lebih kuat karena keikhlasannya.
Engkau yang kehilangan dirimu, harus bersyukur, karena engkau bisa membangun dirimu yang baru, tanpa direpoti oleh sisa-sisa sikap dan kebiasaan buruk pada dirimu yang lama.
Ini adalah saat di mana engkau harus mendekatkan dirimu kepada Tuhan, kepada orang tua dan mereka yang nasehatnya telah kau abaikan, dan kepada diri sejatimu yang telah sesungguhnya memberitahumu bahwa engkau akan terluka.
Sekarang … tenangkanlah dirimu, damaikanlah hatimu, lapangkanlah nafasmu … diamlah sebentar … diamlah ... sampai engkau mendengar kesunyian di dalam hatimu …
Hmm … mudah-mudahan sekarang benderang bagimu bahwa sesungguhnya luka hatimu karena pembuangan oleh orang yang tak tahu diri itu, adalah sesungguhnya cara Tuhan untuk mendekatkan dirimu kepada dirimu sendiri.
Pengkhianatan itu indah - bagimu yang mengerti, bahwa engkau sedang dipisahkan dari orang yang akan hanya lebih melukaimu di masa depan.
Sekarang, dalam nalarmu yang lebih mengerti, tetapkanlah berapa banyak waktu yang masih kau butuhkan untuk bersedih dan berlemah-lemah dalam acara mengasihani dirimu sendiri yang sesungguhnya sangat gengsi dan benci dikasihani oleh orang lain.
Setelah itu, tetapkanlah waktu bagi dirimu yang baru itu untuk melatih cara senyum yang baru, yang lebih segar, yang lebih tulus, dan yang … ooh … berpendar dengan aroma cinta dari hatimu yang sekarang bersih dan lebih damai.
Sekarang, latihlah dirimu untuk memalingkan wajah dan menempelkan pandangan matamu yang anggun ke horizon di kejauhan sana … dalam sebuah ayunan gerak menoleh yang lamban dan elegan.
Sekarang, latihlah otot-otot lembut di wajahmu untuk tersenyum semanis mungkin, sepenyayang mungkin, dengan rona wajah yang penuh kasih, … heninglah sejenak, hanya beberapa detik sebelum bibirmu yang bersungging senyum itu mengeluarkan getar suara yang semerdu-merdunya dari beranda indah di lehermu yang kini terbebas dari ketegangannya.
Kedipkanlah matamu dengan gerakan api lilin yang meliuk manja terhadap belaian semilir angin senja, yang menutup lambat seperti engkau akan tertidur, tapi yang kemudian terbuka lagi dengan kerling mencling yang memanah hati yang tak berpertahanan.
He he he …
Yah … begitu, … tersenyumlah, tergelaklah … ooh adikku, engkau tak tahu betapa aku berbahagia dan haru dalam syukur - melihat wajahmu merekah dengan senyum yang sesungguhnya sesuci hari kelahiranmu.
Sekarang, dalam senyum dan penghormatan yang tulus kepada keindahan dari penciptaanmu di dalam kehidupan ini, tegakkanlah jiwamu dan tegapkanlah badanmu untuk menjadi pribadi yang baru, yang damai karena kekuatannya, dan yang kuat karena keikhlasannya.
Adikku … dengarlah bisikku ini …
Engkau jiwa yang baik.
Berbahagialah.
langit ini runtuh, bumi ini gelap, laut mendidih, udara serasa pekat berjelaga, dan air serasa pasir, …
tapi sesungguhnya engkau terluka bukanlah oleh rasa kehilangan orang yang kau cintai; tapi karena rasa terhina, terbuang, tersia-siakan, dan dirampoknya rasa berhak untuk hidup dengan baik.
Pengkhianatan cinta tidak mencabik orang itu darimu, tapi merusak rasa hormat dirimu.
Engkau dibuatnya merasa tak berguna, tak bernilai, tak pantas dihargai, dan tak dipertimbangkan dalam mengalihkan perhatiannya kepada orang lain yang belum tentu sebaik dirimu.
Engkau dibuat bertanya-tanya dalam kesendirianmu mengenai apa yang memantaskanmu bagi perlakuan senista ini.
Memang ...,
Pengkhianatan cinta adalah penghinaan terkejam kepada rasa hormatmu kepada dirimu sendiri.
Itu yang menjadikanmu geram dan ingin melihatnya meregang terpanggang api neraka, dan terlantar antara pingsan dan mati di belantara penuh duri dan racun .
Ooh … betapa dendam itu mentenagai malam-malam panjang yang berselang-seling antara tangis dan rencana pembalasan dendam.
Tapi …, karena kebaikan jiwamu - engkau tahu, engkau tak mungkin berlaku kejam bahkan kepada orang yang mengejamimu, … alih-alih engkau melunglai lemah dalam keinginan untuk lari dan menghilang dari kesadaranmu, agar engkau lupa betapa rendahnya engkau diperlakukan.
……..
Adikku, yang hatinya baik, yang berhak bagi setulus-tulusnya cinta dari belahan jiwamu yang sejati, dengarlah ini ya?
Saat di mana engkau merasa kehilangan dirimu adalah saat yang paling tepat untuk membangun dirimu yang baru, yang lebih damai karena kekuatannya, dan yang lebih kuat karena keikhlasannya.
Engkau yang kehilangan dirimu, harus bersyukur, karena engkau bisa membangun dirimu yang baru, tanpa direpoti oleh sisa-sisa sikap dan kebiasaan buruk pada dirimu yang lama.
Ini adalah saat di mana engkau harus mendekatkan dirimu kepada Tuhan, kepada orang tua dan mereka yang nasehatnya telah kau abaikan, dan kepada diri sejatimu yang telah sesungguhnya memberitahumu bahwa engkau akan terluka.
Sekarang … tenangkanlah dirimu, damaikanlah hatimu, lapangkanlah nafasmu … diamlah sebentar … diamlah ... sampai engkau mendengar kesunyian di dalam hatimu …
Hmm … mudah-mudahan sekarang benderang bagimu bahwa sesungguhnya luka hatimu karena pembuangan oleh orang yang tak tahu diri itu, adalah sesungguhnya cara Tuhan untuk mendekatkan dirimu kepada dirimu sendiri.
Pengkhianatan itu indah - bagimu yang mengerti, bahwa engkau sedang dipisahkan dari orang yang akan hanya lebih melukaimu di masa depan.
Sekarang, dalam nalarmu yang lebih mengerti, tetapkanlah berapa banyak waktu yang masih kau butuhkan untuk bersedih dan berlemah-lemah dalam acara mengasihani dirimu sendiri yang sesungguhnya sangat gengsi dan benci dikasihani oleh orang lain.
Setelah itu, tetapkanlah waktu bagi dirimu yang baru itu untuk melatih cara senyum yang baru, yang lebih segar, yang lebih tulus, dan yang … ooh … berpendar dengan aroma cinta dari hatimu yang sekarang bersih dan lebih damai.
Sekarang, latihlah dirimu untuk memalingkan wajah dan menempelkan pandangan matamu yang anggun ke horizon di kejauhan sana … dalam sebuah ayunan gerak menoleh yang lamban dan elegan.
Sekarang, latihlah otot-otot lembut di wajahmu untuk tersenyum semanis mungkin, sepenyayang mungkin, dengan rona wajah yang penuh kasih, … heninglah sejenak, hanya beberapa detik sebelum bibirmu yang bersungging senyum itu mengeluarkan getar suara yang semerdu-merdunya dari beranda indah di lehermu yang kini terbebas dari ketegangannya.
Kedipkanlah matamu dengan gerakan api lilin yang meliuk manja terhadap belaian semilir angin senja, yang menutup lambat seperti engkau akan tertidur, tapi yang kemudian terbuka lagi dengan kerling mencling yang memanah hati yang tak berpertahanan.
He he he …
Yah … begitu, … tersenyumlah, tergelaklah … ooh adikku, engkau tak tahu betapa aku berbahagia dan haru dalam syukur - melihat wajahmu merekah dengan senyum yang sesungguhnya sesuci hari kelahiranmu.
Sekarang, dalam senyum dan penghormatan yang tulus kepada keindahan dari penciptaanmu di dalam kehidupan ini, tegakkanlah jiwamu dan tegapkanlah badanmu untuk menjadi pribadi yang baru, yang damai karena kekuatannya, dan yang kuat karena keikhlasannya.
Adikku … dengarlah bisikku ini …
Engkau jiwa yang baik.
Berbahagialah.